Hakim mempertanyakan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) tentang proses pengangkatan Muhammad Hatta dari ajudan menjadi Direktur di Kementerian Pertanian. SYL menjelaskan bahwa Hatta adalah orang yang sudah dikenalnya sejak ia menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel).
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan hubungan SYL dengan Hatta. SYL menyebut bahwa Hatta pernah menjabat sebagai Kepala Biro Umum Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan saat ia menjadi Gubernur.
“Saudara mengenal Muhammad Hatta sejak kapan?” tanya Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).
“Sejak saya jadi Gubernur Sulawesi Selatan,” jawab SYL.
“Mengenal dia apakah pada saat menjadi Kepala Bagian Rumah Jabatan Gubernur atau sebelumnya?” tanya hakim.
“Selama dia menjabat di Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan,” jawab SYL.
“(Dia) pernah menjabat Kepala Rumah Tangga apa istilahnya?” tanya hakim.
“Kepala Biro Umum,” jawab SYL.
“Berarti Muhammad Hatta ini sering di rumah dinas gubernur?” tanya hakim.
“Sering, Yang Mulia,” jawab SYL.
Hakim kemudian menanyakan apakah Hatta pernah meminta dipindahkan ke Jakarta dari Sulawesi Selatan setelah SYL menjadi Menteri Pertanian. SYL mengatakan Hatta tidak pernah melaporkan hal tersebut kepadanya.
“Setelah dilantik sebagai menteri, tentunya saudara punya tugas pokok dan fungsi. Kemudian setelah saudara menjabat, apakah Muhammad Hatta ini bertemu dengan saudara atau secara khusus mendatangi saudara? Apakah saudara Muhammad Hatta bermohon untuk pindah dari Sulawesi Selatan ke pusat, salah satunya di Kementan, saudara tahu prosesnya tidak?” tanya hakim.
“Tidak tahu,” jawab SYL.
“Apakah dia pernah datang melapor ke saudara?” tanya hakim.
“Sama sekali tidak,” jawab SYL.
SYL mengaku baru mengetahui bahwa Hatta pernah bermohon untuk dipindahkan ke Kementan saat dalam persidangan. Ia mengatakan bahwa penerimaan Hatta di Kementan diurus oleh Kesekjenan.
“Kemudian, pada saat saudara Hatta diterima di Kementan, saudara dapat laporan entah dari mana?” tanya hakim.
“Setelah dia diterima baru saya tahu Hatta pindah,” jawab SYL.
SYL menyatakan bahwa Hatta awalnya adalah staf biasa di Kementan. Ia kemudian menjadi ajudan tidak resmi karena sering datang ke rumah dinasnya di Widya Chandra, Jakarta Selatan.
“Setelah dia jadi ASN, dan hampir setiap waktu dia ada di Wichan, mulailah dia aktif mendampingi saya,” jelas SYL.
“Aktif mendampingi saudara sebagai ajudan, apakah itu ajudan resmi?” tanya hakim.
“Tidak resmi. Dia cuma karena selalu hadir. Kebiasaan saya siapa pun yang ada, saya panggil untuk mendampingi saya,” jawab SYL.
SYL mengatakan bahwa pengangkatan Hatta menjadi ajudan tidak resminya adalah hal biasa. Hakim kemudian mencecar SYL terkait pengangkatan Hatta sebagai Direktur di Kementan.
“Apakah karena kedekatan emosional?” tanya hakim.
“Sebenarnya ini hanya kebiasaan saya, bisa siapa pun. Bukan hanya Hatta,” jawab SYL.
“Bukan karena hubungan emosional saudara lebih mempercayai orang ini daripada orang lain?” tanya hakim.
“Secara emosional normal saja menurut saya, Yang Mulia,” jawab SYL.
Hakim kemudian mempertanyakan proses pengangkatan Hatta sebagai Direktur Pupuk dan Pestisida.
“Saya tidak biasa mencampuri hal-hal yang operasional teknis seperti itu. Oleh karena itu, nanti dia berproses dan saya biasa membiarkan orang-orang yang dekat dengan saya sekalipun berproses sesuai SOP, aturan yang ada. Jadi, saya baru tahu setelah dia selesai,” jawab SYL.
Hakim menekankan bahwa Muhammad Hatta diangkat sebagai Pejabat Direktur Pupuk dan Pestisida sejak Juni 2020.
“Saat Hatta berkarier di Sulawesi Selatan, apakah dia pernah berkarier di Departemen Pertanian?” tanya hakim.
“Tidak, Yang Mulia,” jawab SYL.
SYL didakwa menerima gratifikasi dan memeras anak buah dengan total mencapai Rp 44,5 miliar. SYL didakwa melakukan perbuatan itu bersama Sekjen Kementan nonaktif Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Kementan Muhammad Hatta. Namun, ketiganya diadili dalam berkas terpisah.